Minggu, 17 Oktober 2010

Do'a - Do'a Acara Formal

Ya allah , ya tuhan kami,

Segala puji serta syukur tercurah kehadirat-mu atas segala rahmat dan karunia yang telah engkau limpahkan kepada kami , pada saat ini engkau pertemukan kami kembali dalam acara ...

Untuk itu ya allah ya rahman ya karim jadikanlah acara ... ini sebagai acara yang engkau ridhai, yang membawa barokah, rahmat, taufiq dan hidayah-mu bagi kami semuanya, dan bagi para pimpinan ...

Ya allah ya rabbana ya karim.
Kiranya momentum acara ... ini engkau jadikan sebagai pintu dan jalan bagi turunnya rahmat dan karuniamu atas daerah kami yang tercinta ini, sehingga tugas yang merupakan amanah dari-mu, akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, penuh tanggungjawab serta semangat yang tinggi, demi terwujudnya kemajuan dalam pembangunan ....

Ya allah, jadikan jabatan ... ini sebagai sumber ketenangan bathin bagi kami dan sumber segala kebajikan untuk mencapai ridhamu. Dan janganlah engkau jadikan jabatan ini yang membuatkan kami lalai dan lengah terhadap peringatan dan seruan mu.

Ya allah ya rahman ya rahim.
Jadikanlah ... yang baru ini, mampu mengemban amanat dan wewenang yang ada di tangannya untuk menegakkan keadilan, dan menjadi suri tauladan bagi seluruh masyarakat, sucikan hati dan nuraninya dari sifat zhalim, sehingga dapat segera terwujud kesejahteraan rakyat lahir dan bathin.

Ya allah yang maha benar
Pancarkanlah cahaya kebenaran di hati kami, pada pendengaran kami, pada penglihatan kami, pada lidah kami, dan pada semua raga kami, agar kami dapat melihat kebenaran itu tampak jelas benar, dan mapu mengikutinya, serta dapat melihat yang salah itu tampak jelas salah, dan mampu menjauhinya

Ya allah tuhan yang maha mulia
Anugerahkan kami kecerdasan dalam berpikir, kesungguhan dalam berkarya, keikhlasan dalam bekerja dan kemudahan dalam segala urusan kami agar kami dapat membangun daerah kami ini menjadi daerah maju sejajar dengan daerah-daerah maju lainnya.

Ya allah
Sucikanlah hati kami dari kemunafikan, jauhkan amalan kami dari riya’, bersihkan perkataan kami dari dusta, dan singkirkan dari diri kami, segala niat yang tidak terpuji, Segungguhnyalah engkau maha mengetahui apa yang tersembunyi dalam dada kami

Ya allah ya tuhan yang maha agung
Kokohkanlah rasa persatuan dan kesatuan di hati kami, janganlah engkau cerai beraikan kami, hilangkanlah rasa dendam dan permusuhan di antara kami demi terwujudnya keakraban, persaudaraan, kerukunan, kedamaian dan ketentaraman lahir dan bathin. Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-yang yang engkau ridhoi bukan jalan orang-orang yang sesat dan orang-orang yang engkau murkai.

Ya allah
Bukakanlah untuk kami jalan keluar dari segala kesulitan, ajarkan kepada kami apa yang belum kami ketahui dan sempunakan segala kekurangan yang kami miliki serta penuhilah segala kebutuhan kami. Jadikanlah kami termasuk golongan orang yang senantiasa ingat kepadamu, selalu mensukuri nikmatmu dan selalu beribadah dan mengabdikan diri kepadamu

Ya allah tuhan yang maha pengampun.
Engkau maha mengetahui, terhadap kelemahan-kelemahan kami, terhadap kekurangan-kekurangan kami. Kepadamulah kami menyembah, kepadamulah kami memohon ampunan, kabulkanlah doa dan permohonan kami.

Syariat Islam

Syariat Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim mahupun bukan Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebahagian penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.

Terkait dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.

Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu' Syara'.

  • Asas Syara'

Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara' dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.

Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari'at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari'at yang berlaku.

  • Furu' Syara'

Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syari'at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.

Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.

Senin, 11 Oktober 2010

Minggu, 10 Oktober 2010

Makna Silaturahim Dalam Pandangan Islam


Kalimat silaturahmi berasal dari bahasa Arab, tersusun dari dua kata silah yaitu, alaqah (hubungan) dan kata al-rahmi yaitu, Al-Qarabah (kerabat) atau mustauda Al-Janin artinya “rahim atau peranakan”. (Al-Munawwir, 1638, 1668) kata Al-Rahim seakar dengan kata Al-Rahmah dari kata rahima “menyayangi-mengasihi”. Jadi secara harfiyah Silaturahmi artinya “Menghubungkan tali kekerabatan, menghubungkan kasih sayang”.

Al-Raghib (ayat 191) mengkaitkan kata rahim dengan rahim Al-marah (rahim seorang perempuan) yaitu tempat bayi di perut ibu. Yang bayi itu punya sifat disayangi pada saat dalam perut dan menyayangi orang lain setelah keluar dari perut ibunya. Dan kata rahim diartikan “kerabat” karena kerabat itu keluar dari satu rahim yang sama.

Al-Raghib juga mengutip sabda Nabi, yang isinya menyebutkan, ketika Allah SWT menciptakan rahim, Ia berfirman, “Aku al-Rahman dan engkau Al-Rahim, aku ambil namamu dari namaku, siapa yang menghubungkan padamu Aku menghubungkannya dan siapa yang memutuskan denganmu Aku memutuskannya”.

Ini memberi isyarat bahwa rahmah-rahim mengandung makna Al-Riqqatu (belas-kasihan) dan al-Ihsân (kedermawanan, kemurahan hati).

Ini sejalan dengan pendapat Abdurrahman Faudah (13) yang menyebutkan, “Rahmah adalah belas kasihan dalam hati yang menghendaki keutamaan dan kebaikan”.

Dengan makna di atas, secara harfiyah arti silaturahmi dapat dikatakan pula, menyambungkan kasih-sayang atau kekerabatan yang menghendaki kebaikan. Dan secara istilah makna silaturahmi, antara lain dapat dipahami dari apa yang dikemukakan Al-maraghi (1971, V:93) yang menyebutkan, “Yaitu menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang merugikan dengan sekemampuan”.

Selain itu kalimat silaturahmi merupakan uslub Qur’ani, bahasa Al-Qur’ân, bahasa yang digunakan oleh Rasul Saw. Tentu tidak ada bahasa Arab yang lebih baik kecuali bahasanya Al Quran, bahasanya yang digunakan oleh Nabi, bukan bahasa Arab Ashriyah (modern) bukan pula bahasa Arab Amiyah (bahasa Arab pasar) Alquran telah mengisyaratkan tentang hal itu, antara lain firman Allah SWT, dalam Al-Ra’du 21.
Terhadap lafadz Yashiluna para mufashir, seperti Al-Maraghi (V:93) Mahmud Hijazi (II:228) dan Shawi (II:336) Jalaludin al-Syuyuthi (IV:637) tidak berbeda pendapat, bahwa yang dimaksud adalah yashiluuna arrahmi menyambungkan kekerabatan, kasih sayang yang merupakan haq semua hamba.

Dan kata Arrahmi ditunjukan pula oleh al-Kahfi dalam ayat 81 dengan kalimat Aqrabu rahman lebih dalam kasih sayangnya) Jadi silaturahmi itu bahasa Al Quran. Sementara kalimat silaturahmi yang disabdakan oleh Nabi dan sebagai bahasanya Nabi, banyak kita jumpai dalam hadits-hadits, antara lain: “Asra’ul khaira tsawaaban albirra wa shilatur rahmi.” kebaikan yang paling cepat balasannya, yaitu berbuat kebaikan dan silaturahmi.

Seperti telah disebutkan di atas, kata al-rahmi erat kaitannya dengan wanita, yaitu, rahimnya seorang ibu, tempat janin dalam perut seorang wanita. Wanita pada masa Arab Jahili dipandang rendah tidak bernilai, karena itu bayi wanita yang baru lahir dari perut seorang ibu, mereka bunuh. Dan seorang ibu yang ditinggal mati oleh suaminya, dipandang harta pusaka yang dapat diwariskan kepada ahli warisnya.

Silaturahmi yang diperintahkan Allah Swt, tidak dapat dilepaskan dari tugas Rasul untuk melakukan (tazkiyah) pembersihan, yaitu dalam hal ini tazkiyah al-akhlak (Pembersihan prilaku) yang kotor yang dilakukan Arab Jahili, yang memandang wanita tidak benilai Maka untuk itu, Allah dan Rasulnya melarang membunuh anak wanita atau laki-laki, dalam firmannya Al-Anam: 151, dan melarang menjadikan wanita sebagai harta pusaka, dalam firmannya An-Nisa: 19.
Dalam hal berbakti, berbuat kebaikan, menghubungkan tali kekerabatan/silaturahmi, Islam memperhatikan terlebih dahulu kepada wanita. Dengan kata lain silaturahmi mengandung makna “Mengangkat derajat wanita” yang dulu direndahkan oleh orang Arab Jahili.

Hal ini sebagaimana terungkap dalam beberapa hadits Nabi, antara lain, Khalid bin Ma’dan berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, sesungguhnya Allah mewasiatkanmu (berbuat baik) kepada ibumu (3X) Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya mewasiatkanmu (berbuat baik) kepada bapakmu (2X) kemudian bersabda, Ia wasiatkan kepadamu (berbuat baik) kepada yang lebih dekat lalu pada yang lebih dekat. (Ibnu Majah)

Dan dalam keterangan lain dari Abi Ramtsah ia berkata: Aku sampai pada Rasulullah, lalu aku mendengar ia bersabda: Berbuat baiklah kepada ibumu, dan bapakmu dan saudara perempuanmu dan saudara laki-lakimu kemudian kepada yang lebih dekat padamu lalu kepada yang lebih dekat padamu (Shahihain).

Dalam Islam, diajarkan pula silaturahmi kepada orang yang telah meninggal, yaitu dengan cara menghubungkan kasih sayang kepada saudara orang yang telah mati yang masih hidup. Dalam sebuah hadits Ibnu Hibban dari Abi Burdah dijelaskan, Ash-Shiddiqi (1977, Al-Islam, II:374) membagi silaturahmi kepada dua bagian, silaturahmi umum dan silaturahmi khusus Silaturahmi umum yaitu, silaturahmi kepada siapa saja; seagama datidak seagama, kerabat dan bukan kerabat. Di sini kewajiban yang harus dilakukan diantaranya menghubungi, mengasihi, berlaku tulus, adil, jujur dan berbuat baik dan lain sebagainya yang bersifat kemanusiaan. Silaturahmi ini disebut silaturahmi kemanusiaan.

Silaturahmi khusus yaitu, silaturahmi kepada kerabat, kepada yang seagama, yaitu dengan cara membantunya dengan harta, dengan tenaga, menolong, menyelesaikan hajatnya, berusaha menolak kemadharatan yang menimpanya, dan berdo’a, dan membimbing agamanya karena takut adzab Allah. Al-Maraghi (V:93) menyebutkan silaturahmi kepada kerabat mu’min, yaitu menghubungkan karena imannya, ihsan, memberi pertolongan, mengasihi, menyampaikan salam, menengok yang sakit, membantu dan memperhatikan haknya.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan:dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. (QS. 17:26)

“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk”. (QS. 13:21)
Dengan memperhatikan dan membandingkan dua hal di atas (Silaturahmi dan Halal bi halal) Silaturahmi lebih bermakna dari pada halal bi halal. Suatu kegiatan yang mengandung nilai baik, alangkah baiknya jika diberi nama yang baik pula. Tradisi berkumpul, bersalaman, saling memaafkan yang dilakukan sebagian orang di Indonesia setelah Idul Fitri yang suka disebut halal bi halal.